Crayon Yang Patah Masih Berwarna - Curhat

Harris Hotel Bandung, 10 Desember 2016, aku wisuda sarjana.
Keluargaku dari Kampung datang menyewa mobil travel.
Mereka berangkat jam 12 malam dari Indramayu, dan sampai ke Bandung jam 6 pagi.
Aku mengingat saat-saat itu dengan baik.

Aku mengingat saat ternyata keluargaku yang datang itu banyak sekali.
12 orang dewasa, 2 anak kecil.

Wisuda ini serba dadakan.
Tadinya aku mau wisuda tahun 2019. Aku nggak masalah soal wisuda, yang penting pendidikan sudah beres. Nggak punya hutang SKS atau pun administrasi, sehingga bisa dapat ijazah dan bekerja kemudian.
Tapi ada yang dengan sukarela membiayai wisudaku.
Dengan pertimbangan ini dan itu, aku setuju dan mendaftar 3 hari sebelum wisuda.
Tanpa persiapan kebaya dan rias wajah, aku nekat.

Aku ingat Ibuku jauh.
Terakhir beliau datang ke acara kelulusanku adalah ketika aku di SD.
Lalu SMP, SMA, beliau tidak bisa datang.
Wisuda sarjana juga beliau tidak bisa datang.

Sepanjang jalan dari Lobby Hotel di Lantai 1 hingga aula di Lantai 3, Nenekku terus-menerus mengelus pundakku.
Seolah beliau tau kalau aku ingin menangis.
Aku ingin Ibuku hadir, tapi tidak bisa.

Wisuda dimulai pukul. 10.00 pagi sampai pukul 12.00 siang.

Duh, aku ingin menangis sekarang.
7 Januari 2018, ba'da Maghrib, Nenekku meninggal.
Wisudaku adalah hal indah terakhir yang aku lalui bersama Nenek.

Aku sangat berterima kasih kepada yang sudah membiayai wisudaku, sekaligus membiayai kebayaku dan kebaya Nenek.
Aku pun sangat berterima kasih kepada Ibuku, yang sudah menyewakan travel.
Aku berterima kasih juga kepada orang-orang yang dihari itu hadir dan membantu.

Hari itu, aku ingat Nenekku makan dengan lahap dan banyak.
24 tahun aku hidup, itu pertama kalinya aku melihar beliau makan banyak.
Dalam 24 tahun, itu pertama kalinya beliau ingin makan es krim.
Beliau termasuk pemilih soal makanan.
Beliau hanya makan daging yang tidak hanyir, sayuran, dan buah-buahan.
Aku sering bertanya setiap aku pulang, "Nenek mau dibawain apa dari Bandung?"
Beliau hanya bilang tahu Sumedang, atau buah-buahan lain.

Hari itu indah sekali.
Sangat indah, sampai aku selalu menangis kalau ingat.
Beberapa detik memandang fotonya, aku juga menangis.
Itulah alasan kenapa aku tidak pernah mengunggah foto wisudaku.

Tanggal 6 Januari 2018, pukul 13.00, via video call..
Beliau berpesan padaku, agar aku menjaga Ibu dan memilihkan jodoh yang baik untuknya.
Aku juga harus menjaga kedua adikku.
Tidak peduli akan senakal apa mereka nantinya, tapi aku sebagai kakak harus mau menerima mereka, bahkan ketika Ibuku meninggal.
Dan aku harus memiliki kehidupan yang baik.
Aku tidak bisa mengubah dari orang tua mana aku lahir, tapi aku bisa mengubah dari orang tua mana anakku lahir.

Beliau selalu ingin melihat aku menikah.
6 Januari 2018 itu, beliau meminta maaf karena tidak bisa hadir diacara pernikahanku nanti.

6 Januari 2018, pukul 15.00, aku disuruh pulang.
Nenekku sudah tidak kuat lagi katanya.

Dengan alasan sudah sore dan seninnya harus kerja, aku tidak pulang.
Aku akan pulang sabtu depan, kataku.
(selama 12 minggu, setiap sabtu minggu, aku pp Bandung-Indramayu naik motor)

6 Januari 2018, ba'da maghrib,
Aku mendapat telepon bahwa Nenekku meninggal.

Saat itu juga, badanku lemas.
Aku rasanya ingin pingsan.
Lalu aku menangis, tanpa suara.

7 Januari 2018, pukul 05.00 pagi..
Aku pulang ke rumah, naik motor.

Hari-hari setelahnya,
rumah menjadi sangat kosong.

Beliau dulu sangat cantik.
Kulitnya kuning langsat.
Sejak Kakek meninggal, beliau turun ke sawah.
Beliau bilang hidupnya kesepian.
Tapi tidak ada yang sebaik Kakekku.
Cerita-cerita dari beliau tentang pernikahan itulah yang membuatku sedikit yakin bahwa aku juga bisa membangun keluarga yang baik.

Nenek, aku setiap hari merindukanmu.
Ada saat-saat dimana aku sangat merindukanmu.
Membuatku langsung menangis dan hampa.
Aku berharap Nenek ada di surga sekarang.
Nenek sangat baik padaku, sangat sabar.
Terimakasih banyak karena sudah mengurusku sejak Ibu pergi.
Terimakasih banyak karena sudah mengurus Adik2ku sejak Ibu pergi.
Terimakasih banyak karena sudah sangat baik dan sangat sabar kepada kami semuanya.

Maafkan aku karena tidak ada di sisimu, disaat-saat sulitmu.
Saat "katanya" ada orang yang "memalakmu", harusnya saat itu aku ada untuk melindungimu.
Saat kau kesakitan karena penyakitmu, harusnya saat itu aku ada untuk membantu menenangkan.
Saat kau bilang, "Aku ingin melihatmu menikah", harusnya saat itu aku tidak menundanya.
Maafkan aku karena aku jauh..
Maafkan aku karena aku banyak sekali mengabaikanmu, Nenek.

Jika diibaratkan aku dan adik-adikku adalah crayon, kami adalah crayon yang patah.
Hidup di rumah tanpa ayah, tanpa ibu.
Jadi begini rasanya, jika hidup tanpa ayah dan ibu.
Seperti dibuang & tidak ada yang mau menerima.
Sedih sekali.
Sesak.
Sakit.
Tapi aku ingat pesan Nenekku, bahwa aku harus punya kehidupan yang baik.

Aku memang crayon yang patah.
Tapi crayon yang patah masih tetap berwarna.


Untuk pertama kalinya, aku berani mengunggah foto ini.
Aku harus punya kehidupan yang baik.

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Corner : Sehat Bersama Ustadz Dhanu (Ustad Danu)

(Film) Review Suka-suka Peninsula a.k.a. Train to Busan 2 (2020) : Uji Nyali di Sarang Zombie

Nonton dan Download Running Man Episode 1 - 10 Sub Indo