He Look Back, and I Feel so Guilty


16 Agustus 2019, Pukul 16.50 dari kantor aku menuju ke kostnya.
Di jalan, hujan deras. Dan pastinya macet banget.
Pukul 18.10, aku baru sampai di kostnya.
Saat itu hujan masih turun deras.
Jaketku sudah basah kuyup, meskipun aku memakai jas hujan.
Maklum jas hujan murah.
Sembari menunggu hujan reda, kami makan mie rebus bersama, sekaligus bertukar handphone + kartu SIM.
Pukul 18.30, hujan reda.
Kami pergi ke stasiun untuk cetak tiket.
Aku menjelaskan mengenai tata letak stasiun Kota Bandung yang sekarang lebih megah & bersih.
Setelah itu, aku mengantarnya pulang ke kost.
Lalu aku pulang.


17 Agustus 2019, Pukul 05.20, aku ke kost adikku.
Pukul 05.50, aku mengantar adikku ke stasiun.
Pertama kalinya Adikku, Rifgi (Male, 15 y.o) naik kereta api.
Dan sendirian.
Kami sampai di stasiun Pukul 06.05, 10 menit sebelum kereta berangkat.

Aku menyempatkan mengambil fotonya, lalu memintanya mengirimkan ke Ibu. Kalau-kalau dia hilang atau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, dia bisa dikenali.




Aku mengantarnya sampai pintu keberangkatan.
Aku melihat dia planga-plongo.
Lalu ku lihat dia berhasil check in.
Ku lihat dia sering sekali melihat ke arah salah satu Bapak-bapak dewasa yang ternyata 1 tujuan dengannya, dan sama-sama datang di saat waktunya kereta berangkat.
Ku lihat Bapak itu bersama Perempuan dan anak kecil, mungkin anaknya.

Setelah itu, adikku berjalan maju menuju keretanya.
Adikku tidak menoleh kebelakang (ke arahku).

1 menit kemudian,
Saat akan naik ke gerbong kereta, 
Dia menoleh ke arahku beberapa detik, lalu naik ke gerbong.
Dan aku langsung merasa bersalah, merasa berdosa.
Dalam 1 detik, air mataku menetes melepas dia pergi.

Aku juga ingin pulang, berkumpul dengan Ibu, Rifgi, dan Mamah.
Momen kami berkumpul itu sangat jarang.
Apalagi bulan depan Ibu akan pindah ke Jakarta.

 

Ini adalah e-tiket yang aku pesan untuk Adikku.
Saat memesan, aku menangis, tidak kuat melepas dia pergi.
Puluhan kali aku terpaku menatap layar komputer, tidak sanggup memesan tiket kereta untuknya.
Puluhan kali juga aku reflek menangis karena merasa bersalah.



Yang ini foto dari Ibu. Aku meminta Ibu untuk sering-sering menelepon & menghubungi Adikku. Alasanku karena aku sudah bertukar handphone dengan Adikku, dan kebetulan handphone Adikku ini cepat lowbat.


Ini juga foto dari Ibu, memberi kabar kalau Adikku sudah sampai rumah dengan selamat.

Dia mengikuti direction yang aku berikan.
Aku memberitahu dia beberapa opsi yang mungkin saja terjadi.
Memberitahu kalau-kalau dia gugup / takut / khawatir di dalam kereta, just inhale & exhale (tarik & buang nafas dalam-dalam), sesering mungkin.

Dari semua anggota keluarga, dia paling mirip denganku.
Dia pun sekarang bersekolah sengaja yang dekat denganku, tapi aku..
Aku malah seperti ini.
Jangan tanya apakah aku menangis / tidak saat menulis ini, jawabannya pasti iya, aku memang menangis.

You did your best, Bro!
I am so proud of you.

Bandung, 19 Agustus 2019

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Corner : Sehat Bersama Ustadz Dhanu (Ustad Danu)

(Film) Review Suka-suka Peninsula a.k.a. Train to Busan 2 (2020) : Uji Nyali di Sarang Zombie

Nonton dan Download Running Man Episode 1 - 10 Sub Indo